Selasa, 23 September 2014

Say Love, By Prwesthi

Takdir, aku percaya itu sepenuhnya.Pertemuan dan perpisahan, adalah bagian dari takdir. Tak ubahnya kebahagiaan yang menghampirimu saat kau bersama orang yang kau sayangi. Tapi saat takdir itu membuatku menangis, jatuh, terpuruk, aku tak ingin mempercayainya, aku ingin percaya bahwa itu hanyalah suatu kebetulan. Tapi nyatanya, di dunia ini tidak ada kebetulan, hanya ada takdir... Sore ini, kuintip jendela kelasku, kulihat semburat warna langit yang cerah berwarna orange. Indah, tapi tak begitu kusuka, menurutku warnanya membuat hatiku sendu, sedih. Ku berjalan dari ruang kelasku, melewati koridor menuju halaman depan. Tak terlalu kuperhatikan jalan maupun orang-orang di sekitarku yang berhamburan ingin segera pulang ke rumah masing-masing, setelah kegiatan ekstrakurikuler yang melelahkan, maupun karena jam tambahan. Tiba-tiba, aku merasakan diriku menabrak sesuatu, bukan tembok, karena kurasakan ada sebuah tangan yang menahan pinggangku hingga aku tak melesat ke tanah. Lalu tangan itu membantuku membenarkan posisiku hingga aku berdiri dengan normal lagi. “Rose?” sosok familiar di depanku memberiku ekspresi penuh tanya, suaranya begitu lembut dan perhatian “Ah, Sam...” nadaku lemah, mungkin ekspresiku sangat buruk sekarang “Kamu mau pulang?” seakan membaca pikiranku, ia tau bahwa aku tak ingin membicarakan tentang hal yang akhir-akhir ini ditanyakan orang padaku, tentang Nara. “Iya, mungkin jalan kaki. Aku ngga bawa mobil hari ini.” “Mau aku anter?” “Tapi, aku lagi pengen jalan kaki.” “Aku temani?” “Mobilmu?” “Aku telfon orang buat ngambil” ia menatapku lekat-lekat “ya?” “Oke” Lalu kami berjalan, diam, namun sama sekali bukan diam yang kikuk. Namun diam yang seakan-akan memanggil kembali memori di masa kecil kami, saat kami selalu pulang sekolah bersama, terkadang kami main hingga petang, lalu ia dimarahi ibuku , tapi herannya ia selalu tertawa setelah dimarahi, seakan tidak menyesal telah mengajakku bermain hingga petang. Dan lebih herannya lagi, ibuku pun selalu mengijinkanku bermain bersamanya. Dulu kami selalu bersama, bermain, sekolah, belajar di rumah, hampir setiap waktu kami selalu bersama. Masih tersimpan jelas di memoriku saat-saat ia selalu menjagaku, ia melindungiku dari sekelompok anak nakal yang ingin merebut es krim-ku. Dengan berani, ia menyuruh mereka untuk berhenti menggangguku, ia sangat berani, walaupun tau ia kalah jumlah. Sebaliknya, aku sangat pengecut, hanya bisa menangis dan mengintip dari balik bahunya. Mereka memang tidak jadi merebut es krim-ku, namun sebagai gantinya mereka mengajak Sam berkelahi, keroyokkan. Mereka mendorong Sam hingga menabrakku dan menjatuhkan es krim-ku, lalu aku menangis keras, hingga merebut perhatian orang-orang, dan anak-anak itu pun kabur. Lalu Sam menghampiriku dan berkata ‘Rose, maaf, es krim-mu jatuh. Aku beliin lagi ya? Jangan nangis...’ Aku menghentikan langkahku saat kami tiba di sebuah taman yang dipenuhi bunga matahari. Tempat ini belum berubah, tempat dimana dulu kami sering bermain kemari saat masih duduk di bangku SD. Kupandangi hamparan bunga matahari yang terlihat lebih indah saat terkena cahaya matahari yang hampir terbenam. “Rose?” Sam menghentikan langkahnya, lalu berjalan menghampiriku dan berhenti tepat di hadapanku. “Kamu inget ngga, dulu kita sering main kesini?” aku tersenyum lemah, mengingat masa kecil kami. Ia mengangguk. “Kamu ngga apa-apa kan?” raut wajahnya sama seperti biasa, raut wajah yang selalu mengkhawatirkanku “Rose?” “Nara-“ kurasakan kedua mataku panas, pandanganku kabur, dan baru sadar bahwa aku sedang menangis saat kurasakan air mataku jatuh, membasahi pipiku. “Aku putus sama dia...” Ia menyodorkan sapu tangan padaku, lalu diusapnya pipiku menggunakan sapu tangannya. “Aku tau...” jawabnya. “Aku tau, papanya ngga pernah setuju sama hubungan kami. Tapi, dia ngga pernah sekalipun nyoba buat ngeyakinin papanya, ngga pernah sekalipun ngijinin aku buat ngambil hati papanya biar dia bisa nyetujuin hubungan kami.” Air mataku mengalir deras tak terkendali “Akhirnya... Akhirnya dia lebih miilih buat ninggalin aku. Padahal, kami sama sekali belum pernah nyoba buat ngeyakinin papanya, belum pernah sekalipun...” setelah ia membiarkanku menangis untuk beberapa saat, akhirnya ia mulai bicara... “Rose... Aku senang kamu putus sama Nara.” Mataku terbelalak, nafasku tertahan untuk sesaat, kupandangi ia dengan tatapan tak percaya. “Sam??” kusipitkan mataku, menuntut jawaban. “Aku senang kamu putus ama dia. Tapi, aku ngga bisa liat kamu sedih, nangis.” Aku bingung, apa yang sedang ia bicarakan?’“Apa kamu inget? Dulu, waktu kita kecil, kamu sering banget nangis. Tapi kamu langsung diem kalo aku kasih es krim.” Ia tertawa kecil, lalu tersenyum dan memandangku lembut. “Iya...” aku pun tersenyum, mengingat kembali memori tersebut dan mengabaikan kebingunganku “Aku juga inget, dulu aku pernah jatuh pas kita main kejar-kejaran. Lututku berdarah, trus nangis.” lalu Sam di masa kecil menghampiriku dengan ekspresi penuh kekhawatiran ‘Rose? Sakit ya? Jangan nangis...’ aku yang cengeng, bukannya diam malah menangis semakin keras. Lalu ia menawarkanku untuk naik ke punggungnya ‘Ayo, aku gendong kamu pulang.’ Dan ia benar-benar menggendongku ke rumah, namun berhenti di jalan untuk membelikanku es krim, dan aku menikmati es krimku sembari digendong olehnya, melupakan rasa sakit di lututku. “Tapi kamu udah jarang nangis sejak masuk SMA. Sejak kamu kenal Nara, sejak kamu mulai jauh dari aku, sejak kita ngga pernah main berdua lagi.” “Sam...” “Aku ngga tau, aku harus seneng ngeliat kamu bahagia, atau harus sedih kita ngga bisa main bareng kaya dulu lagi.” Ia tersenyum sedih “yang aku tau, aku ngga suka liat kamu nangis. Aku rela ngapain aja, mbeliin kamu es krim sebanyak mungkin, atau apapun, asalkan kamu ngga nangis.” “Kenapa?” “Karena, kalo kamu sedih, aku juga sedih.” Ia menempelkan telapak tangan kanannya pada dada kirinya “Di sini, jadi sakit.” Lalu diraihnya kedua tanganku, dan ditatapnya mataku lekat-lekat “Aku ngga mau kamu sedih, Rosalie...” Ia tetap sama dengan Samuel yang dulu, Samuel yang aku kenal sejak kami berumur 6 tahun, Samuel yang selalu mengkhawatirkanku, menjagaku, dan mengatakan ‘jangan nangis, Rose...’ atau ‘aku beliin es krim, ya?’ untuk membuatku berhenti menangis. Lalu aku sadar, kalau selama ini aku melakukan kesalahan, kesalahan yang tak termaafkan. Karena aku telah mengabaikannya selama dua setengah tahun terakhir, walaupun aku tak berniat demikian. Aku hanya terlalu sibuk dengan cinta pertamaku, Nara. Dan lambat laun aku semakin jauh dari Sam, frekuensi pertemuan kami berkurang, dan akhirnya benar-benar tak saling bicara. Benar-benar mengabaikannya, seseorang yang selalu ada di sampingku, yang selalu mengkhawatirkanku, yang selalu menjagaku, seseorang yang ternyata sangat kubutuhkan. Seseorang yang ternyata punya tempat di hatiku, bahkan menempati posisi yang lebih penting dari Nara, pacar pertamaku. “Bego...” tangisku semakin keras “Eh???” kali ini dia benar-benar kebingungan. Kulepaskan kedua tanganku yang ia genggam untuk menutup wajahku dan menangis sejadi-jadinya “Kamu bego, Sam!!!” “Hah?” kedua alisnya tertaut “Kenapa ngga bilang kalo kamu suka sama aku???” kutoyor kepalanya dengan tangan kananku, lalu aku tertawa, sambil menangis. “Aku...” ia mengusap dahinya, kedua matanya memandangi tanah di bawah kami. Pipinya memerah. “Hahahahaaa” “Apa?” ia memandangiku lagi, pipinya masih merah. “Ekspresimu sekarang persis cewek-cewek pemalu yang ada di komik waktu ketemu cowok yang disukai.” Kuseka air mataku, entah air mata kesedihan yang tadi, atau air mata akibat aku menertawainya. “Aku suka kamu” kali ini pipinya sudah tidak lagi memerah, ia memandangku lekat-lekat lagi. Aku berhenti tertawa, lalu tersenyum, kupandangi kedua matanya, lalu aku menghambur ke pelukkannya, dan kembali menangis. “Bego!!!” “Lho?” meskipun bingung, namun ia balas memelukku, kemudian tersenyum, dan aku tau aku tidak perlu menjawab pernyataan suka darinya, aku tau ia akan selalu ada di sisiku (kali ini di pelukkanku), menjagaku seperti biasa, melindungiku, menghiburku agar tidak menangis..... “Kamu mau es krim?” kujawab pertanyaannya dengan senyuman, dan kugandeng tangannya, lalu kami berjalan pulang (kami mampir ke toko es krim di perjalanan pulang).

Minggu, 21 Juli 2013

kuingin dicintai

Saat ku jatuh kau tak peduli saat ku hanyut semakin kau pergi aku ingin kau bisa mengerti arti mencintai dan dicintai Apakah diriku tak pantas untukmu apakah cintaku tak sebanding denganmu bisakah engkau ceritakan agar cintaku takkan pudar untukmu bila semua ini terus terus terjadi mungkin cinta kita memang harus berakhir biarpun hatiku sakit ku harus terima apakah diriku tak pantas untukmu apakah cintaku tak sebanding denganmu bisakah engkau ceritakan agar cintaku takkan pudar untukmu bila semua ini terus terus terjadi mungkin cinta kita memang harus berakhir biarpun hatiku sakit ku harus terima ku harus terima

cintamu bukan untukku

Rasa ini bukan cinta biasa Cinta ini cinta yang paling dalam Walau ku tahu rasa ini takkan terbalas Ku tahu cintamu bukan untukku Sayangmu juga bukan untukku Dan rindumu bukan padaku namun padanya Aku tahu cintamu bukan untukku Sayangmu juga bukan untukku Dan rindumu bukan padaku namun padanya Maafkan aku yang tak pernah bisa Melupakanmu melepaskanmu Yang akan selalu tetap mencintaimu Walau ku tahu dia lebih pantas untukmu

Selasa, 04 Juni 2013

kisah yang baru

Tuhan .. saat engkau mempertemukanku dengan 1 Hati, kau telah menyinariku dengan rasa Bahagia, aku tersenyum untuk itu .. saat ku Luka, ketika sedihku tak berujung kau selalu beri kisah yang baru .. ketika dia jauh, Hati ini rapuh, jiwaku serasa tak bernyawa, aku ingin sekali menangis .. Tuhan .. biarkan aku mencintainya, biarkan masalalu merubahku, aku ingin merasakan kebahagiaan yang kekal abadi yang tak pernah berakhir bersamanya untuk selamanyaa ..

Minggu, 24 Februari 2013

Cinta Dan Waktu

Di suatu negeri antah berantah tinggalah yang dinamakan dengan kegembiraan, Kesedihan, dan juga Cinta . Pada suatu hari, hujan badai melanda negeri mereka, hujan badai itu tak kunjung berhenti . Air sudah mencapai mata kaki, cinta berteriak minta tolong, tapi tak seorangpun yang datang menolongnya. Lalu air pun mencapai sebatas pinggang . Cinta benar-benar kebingungan, tapi akhirnya datang kegembiraan melewati cinta dengan menaiki sebuah sampan yang kecil . Cinta berteriak " kegembiraan .. kegembiraan .. tolong bawa saya dengan menggunakan sampanmu ! " . Tapi kegembiraan menolak " maaf cinta ! saya terlalu gembira dan bahagia telah menemukan sampan ini, saya tidak mau bahagia denganmu cinta ! " . Cinta pun sedih, ia terus menangis . Air hujan telah mencapai sebatas dada disaat itu lewatlah kesedihan . Cinta berteriak " kesedihan, tolong bawa saya dengan sampanmu :( " tapi kesedihan menolak " maaf ! " . Cinta kecewa, hingga akhirnya air hujan mencapai sebatas leher . Ketika itu lewatlah ketakutan . Cinta pun kembali berteriak " ketakutan .. ketakutan .. tolong saya, bawalah saya dengan menggunakan sampanmu ! " tapi ternyata ketakutanpun menolak " maafkan aku cinta, saya takut sampan ini tenggelam bila engkau menaikinya " ketakutanpun pergi meninggalkan cinta . semua penghuni negeri antah berantah telah meninggalkan cinta, setelah air sudah mencapai sebatas dagu, cintapun pingsan, ia benar benar tak sadarkan diri. setelah beberapa lama cinta pingsan lalu ia sadar dan terbangun, ketika itu ia menyadari ada seorang kakek tua. cinta heran, ia bertanya kepada kakek tua itu, "Kakek, apakah Anda yang telah menolong saya ?". lalu kakek tua itu menjawab, "Bukan Cinta, yang telah menolongmu bukan Kakek, tapi WAKTU". Cintapun kembali bertanya, "Mengapa ia mau menolongku ?". kakek pun menjawab, "Karena hanya WAKTU yang mengerti betapa dalamnya arti CINTA" .

Rabu, 16 Januari 2013

Tulisan Takdir

Ayah, begitu banyak cerita yang telah kita ciptakan bersama, banyak kenangan indah yang sekarang hanya bisa diambil hikmahnya saja.
Ayah, aku takut ketika kau marah padaku . Tapi aku sadar itu semua demi kebaikanku, karena marahmu untuk mendidikku, marah untuk menyampaikan kekecewaan atas sikapku .
Ayah, kini aku telah beranjak dewasa, aku bukan lagi gadis kecil yang manja yang selalu merengek dikala aku butuh sesuatu bahkan merajuk saat kemauanku  tak dituruti .
Namun sayang waktumu singkat disini ..
Ayah,duka itu datang tak terbayangkan bagaikan mimpi, kepergian tu sangatlah nyata kita memang terpisah. Siklus waktupun telah mengajarkan sang mentaripun terbit dan tenggelam .
Ayah
, kepergian itu menusuk hati dan menembus jiwa tapi derai airmata takkan memuatmu bahagia disana .
Ketika TULISAN TAKDIR berkata , tak ada satu tanganpun yang mampu menghapus warna tintanya .
Ayah,masih tergambar dalam benakku ketika engkau memanggilku dengan sentuhan kata 'sayang' masih terdengar ditelingaku ketika engkau memanggilku 'malaikat kecil' masih kuingat ketika engkau memeluk dan tenangkanku dalam keresahan .
Harum cerita lalu usam terlewati tak mengerti kisah ini berakhir, mengenangmu adalah kehangatan bagiku . kembali bersamamu akankah ada ?

sungguh beruntung aku memiliki seorang ayah sepertimu walaupun masa kecilku sangat sebentar bersamamu ..
Ayah, dulukau bercerita tentang banyak kisah teladan, berharap aku dapat mengambil pelajaran dari itu semu, aku yakin, aku bisa melewati semua yang disebut dengan jalan menuju masa depan. Semoga semua yang menjadi rintangan dapat aku selesaikan .
Terkadang, bukan kenangan buruk yang membuatku bersedih, tapi kenangan indah yang aku tau itu takkan pernah terulang kembali .

Ayah, betapa aku ingin mengatakan aku begitu menghormati menyayangi dan mencintaimu walau hanya lewat tulisan ini. Semoga kelak kita berkumpul di jannah-Nya Amin :)